Hafshah binti Umar bin
Khaththab adalah
putri seorang laki-laki yang terbaik dan mengetahui hak-hak Allah dan kaum
muslimin. Umar bin Khaththab adalah seorang penguasa yang adil dan memiliki
hati yang sangat khusyuk. Pernikahan Rasulullah . dengan Hafshah merupakan
bukti cinta kasih beliau kepada mukminah yang telah menjanda setelah ditinggalkan
suaminya, Khunais bin Hudzafah as-Sahami, yang berjihad di jalan Allah, pernah
berhijrah ke Habasyah, kemudian ke Madinah, dan gugur dalam Perang Badar.
Setelah suami anaknya meninggal, dengan perasaan sedih, Urnar menghadap
Rasulullah untuk mengabarkan nasib anaknya yang menjanda. Ketika itu Hafshah
berusia delapan belas tahun. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah memberinya
kabar gembira dengan mengatakan bahwa beliau bersedia menikahi Hafshah.
Jika kita menyebut narna
Hafshah, ingatan kita akan tertuju pada jasa-jasanya yang besar terhadap kaum
muslimin saat itu. Dialah istri Nabi yang pertama kali menyimpan Al-Qur’an
dalam bentuk tulisan pada kulit, tulang, dan pelepah kurma, hingga kemudian
menjadi sebuah kitab yang sangat agung.
Ø
Nasab
dan Masa Petumbuhannya
Nama
lengkap Hafshah adalah Hafshah binti Umar bin Khaththab bin Naf’al bin
Abdul-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Rajah bin Adi bin Luay dari suku
Arab Adawiyah. Ibunya adalah Zainab binti Madh’un bin Hubaib bin Wahab bin Hudzafah,
saudara perempuan Utsman bin Madh’un. Hafshah dilahirkan pada tahun yang sangat
terkenal dalam sejarah orang Quraisy, yaitu ketika Rasullullah . memindahkan
Hajar Aswad ke tempatnya semula setelah Ka’bah dibangun kembali setelah roboh
karena banjir. Pada tahun itu juga dilahirkan Fathimah az-Zahra, putri bungsu
Rasulullah dari empat putri, dan kelahirannya disambut gembira oleh beliau.
Beberapa hari setelah Fathimah lahir, lahirlah Hafshah binti Umar bin
Khaththab. Mendengar bahwa yang lahir adalah bayi wanita, Umar sangat berang
dan resah, sebagaimana kebiasaan bapak-bapak Arab Quraisy ketika mendengar
berita kelahiran anak perempuannya. Waktu itu mereka menganggap bahwa kelahiran
anak perempuan telah membawa aib bagi keluarga. Padahal jika saja ketika itu
Umar tahu bahwa kelahiran anak perempuannya akan membawa keberuntungan, tentu
Umar akan menjadi orang yang paling bahagia, karena anak yang dinamai Hafshah
itu kelak menjadi istri Rasulullah. Di dalam Thabaqat, Ibnu Saad berkata,
“Muhammad bin Umar berkata bahwa Muhammad bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya,
dari kakeknya, Umar mengatakan, ‘Hafshah dilahirkan pada saat orang Quraisy
membangun Ka’bah, lima tahun sebe1um Nabi diutus menjadi Rasul.”
Sayyidah Hafshah r.a.
dibesarkan dengan mewarisi sifat ayahnya, Urnar bin Khaththab. Dalarn soal
keberanian, dia berbeda dengan wanita lain, kepribadiannya kuat dan ucapannya
tegas. Aisyah melukiskan bahwa sifat Hafshah sarna dengan ayahnya. Kelebihan
lain yang dirniliki Hafshah adalah kepandaiannva dalarn rnernbaca dan menulis,
padahal ketika itu kernampuan tersebut belum lazirn dirniliki oleh kaurn
perempuan.
Ø Memeluk Islam
Hafshah
tidak termasuk ke dalam golongan orang yang pertama masuk Islam, karena ketika
awal-awal penyebaran Islam, ayahnya, Urnar bin Khaththab, masih menjadi musuh
utama umat Islam hingga suatu hari Umar tertarik untuk masuk Islam. Ketika
suatu waktu Umar mcngetahui keislarnan saudara perernpuannya, Fathimah dan
suarninya Said bin Zaid, dia sangat marah dan berniat menyiksa mereka. Sesampainya
di rumah saudara perempuannya, Umar mendengar bacaan Al-Qur’an yang mengalun
dan dalam rumah, dan memuncaklah amarahnya ketika dia memasuki rumah tersebut.
Tanpa ampun dia menampar mereka hingga darah mengucur dari kening keduanya.
Akan tetapi, hal yang tidak terduga terjadi, hati Umar tersentuh ketika meihat
darah mengucur dari dahi adiknya, kernudian diarnbilnyalah Al Qur’an yang ada
pada mereka. Ketika selintas dia membaca awal surat Thaha, terjadilah
keajaiban. Hati Umar mulai diterangi cahaya kebenaran dan keimanan. Allah telah
mengabulkan doa Nabi . yang mengharapkan agar Allah membuka hati salah seorang
dari dua Umar kepada Islam. Yang dimaksud Rasulullah dengan dua Umar adalah Amr
bin Hisyam atau lebih dikenal dengan Abu Jahl dan Umar bin Khaththab.
Setelah
kejadian itu, dari rumah adiknya dia segera menuju Rasulullah dan menyatakan
keislaman di hadapan beliau, Umar bin Khaththab bagaikan bintang yang mulai
menerangi dunia Islam serta mulai mengibarkan bendera jihad dan dakwah hingga
beberapa tahun setelah Rasulullah wafat. Setelah menyatakan keislaman, Umar bin
Khaththab segera menemui sanak keluarganya untuk mengajak mereka memeluk Islam.
Seluruh anggota keluarga menerima ajakan Umar, termasuk di dalamnya Hafshah
yang ketika itu baru berusia sepuluh tahun.
Ø Menikah dan Hijrah ke Madinah
Keislaman
Umar membawa keberuntungan yang sangat besar bagi kaum muslimin dalam
menghadapi kekejaman kaum Quraisy. Kabar keislaman Umar ini mernotivasi para
muhajirin yang berada di Habasyah untuk kembali ke tanah asal rnereka setelah
sekian larna ditinggalkan. Di antara mereka yang kembali itu terdapat seorang
pemuda bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahami. Pemuda itu sangat mencintai
Rasulullah sebagaimana dia pun mencintai keluarga dan kampung halamannya. Dia
hijrah ke Habasyah untuk rnenyelamatkan diri dan agamanya. Setibanya di Mekah,
dia segera mengunjungi Umar bin Khaththab, dan di sana dia melihat Hafshah. Dia
meminta Umar untuk menikahkan dirinya dengan Hafshah, dan Umar pun merestuinya.
Pernikahan antara mujahid dan mukminah mulia pun berlangsung. Rumah tangga
mereka sangat berbahagia karena dilandasi keirnanan dan ketakwaan.
Ketika
Allah menerangi penduduk Yatsrib sehingga memeluk Islam, Rasulullah .
menernukan sandaran baru yang dapat membantu kaum muslimin. Karena itulah
beliau mengizinkan kaum muslimin hijrah ke Yatsrib untuk menjaga akidah mereka
sekaligus menjaga mereka dan penyiksaan dan kezaliman kaum Quraisy. Dalam
hijrah ini, Hafshah dan suaminya ikut serta ke Yatsrib.
Ø Cobaan dan Ganjaran
Setelah
kaum muslirnin berada di Madinah dan Rasulullah . berhasil menyatukan mereka
dalam satu barisan yang kuat, tiba saatnya bagi mereka untuk menghadapi orang
musyrik yang telah memusuhi dan mengambil hak mereka. Selain itu, perintah
Allah untuk berperang menghadapi orang musyrik sudah tiba.
Peperangan
pertarna antara umat Islam dan kaum musyrik Quraisy adalah Perang Badar. Dalam
peperangan ini, Allah telah menunjukkan kemenangan bagi harnba- hamba-Nya yang
ikhlas sekalipun jumlah mereka masih sedikit. Khunais termasuk salah seorang
anggota pasukan muslimin, dan dia mengalami luka yang cukup parah sekembalinya
dari peperangan tersebut. Hafshah senantiasa berada di sisinya dan mengobati
luka yang dideritanya, namun Allah berkehendak memanggil Khunais sebagai syahid
dalam peperangan pertama melawan kebatilan dan kezaliman, sehingga Hafshah
menjadi janda. Ketika itu usia Hafshah baru delapan belas tahun, namun Hafshah
telah memiliki kesabaran atas cobaan yang menimpanya.
Umar
sangat sedih karena anaknya telah menjadi janda pada usia yang sangat muda,
sehingga dalam hatinya terbetik niat untuk menikahkan Hafshah dengan seorang
muslim yang saleh agar hatinya kembali tenang. Untuk itu dia pergi ke rumah Abu
Bakar dan merninta kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi, Abu Bakar
diam, tidak menjawab sedikit pun. Kemudian Umar menemui Utsman bin Affan dan
meminta kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi, pada saat itu Utsman
masih berada dalam kesedihan karena istrinya, Ruqayah binti Muhammad, baru
meninggal. Utsman pun menolak permintaan Umar. Menghadapi sikap dua sahabatnya,
Uman sangat kecewa, dan dia bertambah sedih karena memikirkan nasib putrinya.
Kemudian dia menemui Rasulullah dengan maksud mengadukan sikap kedua
sahabatnya. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah . bersabda, “Hafshah akan
menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Utsman dan Abu Bakar. Utsman
pun akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Hafshah.” Semula
Umar tidak memahami maksud ucapan Rasulullah, tetapi karena kecerdasan akalnya,
dia kemudian memahami bahwa Rasulullah yang akan meminang putrinya.
Umar
merasa sangat terhormat mendengar niat Rasulullah untuk menikahi putrinya, dan
kegernbiraan tampak pada wajahnya. Umar langsung menernui Abu Bakar untuk
mengutarakan maksud Rasulullah. Abu Bakar berkata, “Aku tidak bermaksud
menolakmu dengan ucapanku tadi, karena aku tahu bahwa Rasulullah telah
rnenyebut-nyebut nama Hafshah, namun aku tidak mungkin membuka rahasia beliau
kepadamu. Seandainya Rasulullah membiarkannya, tentu akulah yang akan menikahi
Hafshah.” Umar baru memahami mengapa Abu Bakar menolak menikahi putrinya.
Sedangkan sikap Utsman hanya karena sedih atas meninggalnya Ruqayah dan dia
bermaksud menyunting saudaranya, Ummu Kultsum, sehingga nasabnya dapat terus bersambung
dengan Rasulullah. Setelah Utsman menikah dengan Ummu Kultsum, dia dijuluki
dzunnuraini (pemilik dua cahaya). Pernikahan Rasulullah . dengan Hafshah lebih
dianggap sebagai penghargaan beliau terhadap Umar, di samping juga karena
Hafshah adalah seorang janda seorang mujahid dan muhajir, Khunais bin Hudzafah
as-Sahami.
Ø Berada di Rumah Rasulullah
Di
rumah Rasulullah, Hafshah menempati kamar khusus, sama dengan Saudah binti
Zum’ah dan Aisyah binti Abu Bakar. Secara manusiawi, Aisyah sangat mencemburui
Hafshah karena mereka sebaya, lain halnya Saudah binti Zum’ah yang menganggap
Hafshah sebagai wanita mulia putri Umar bin Khaththab, sahabat Rasulullah yang
terhormat.
Umar
memahami bagaimana tingginya kedudukan Aisyah di hati Rasulullah. Dia pun
rnengetahui bahwa orang yang rnenyebabkan kemarahan Aisyah sama halnya dengan
menyebabkan kemarahan Rasulullah, dan yang ridha terhadap Aisyah berarti ridha
terhadap Rasulullah. Karena itu Umar berpesan kepada putrinya agar berusaha
dekat dengan Aisyah dan mcncintainya. Selain itu, Umar meminta agar Hafshah
rnenjaga tindak-tanduknya sehingga di antara mereka berdua tidak terjadi
perselisihan. Akan tetapi, mcmang sangat manusiawi jika di antara mereka rnasih
saja terjadi kesalahpahaman yang bersumber dari rasa cemburu. Dengan lapang
dada Rasulullab . mendamaikan mereka tanpa menimbulkan kesedihan di antara
istri – istrinya. Salah satu contoh adalah kejadian ketika Hafshah melihat
Mariyah al-Qibtiyah datang rnenemui Nabi dalam suatu urusan. Mariyah berada
jauh dari masjid, dan Rasulullah menyuruhnya masuk ke dalarn rumah Hafshah yang
ketika itu sedang pergi ke rumah ayahnya, dia melihat tabir karnar tidurnya
tertutup, sementara Rasulullah dan Mariyah berada di dalamnya. Melihat kejadian
itu, amarah Hafshah meledak. Hafshah menangis penuh amarah. Rasulullah berusaha
membujuk dan meredakan amarah Hafshah, bahkan beliau bersumpah rnengharamkan
Mariyah baginya kalau Mariyah tidak merninta maaf pada Hafshah, dan Nabi
meminta agar Hafshah rnerahasiakan kejadian tersebut.
Merupakan
hal yang wajar jika istri-istri Rasulullah merasa cemburu terhadap Mariyah,
karena dialah satu-satunya wanita yang melahirkan putra Rasulullah setelah Siti
Khadijah r.a.. Kejadian itu segera menyebar, padahal Rasulullah telah
memerintahkan untuk menutupi rahasia tersebut. Berita itu akhirnya diketahui
oleh Rasulullah sehingga beliau sangat marah. Sebagian riwayat mengatakan bahwa
setelah kejadian tersebut, Rasulullah . menceraikan Hafshah, namun beberapa
saat kemudian beliau merujuknya kembali karena melihat ayah Hafshah, Umar,
sangat resah. Sementara riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah bermaksud
menceraikan Hafshah, tetapi Jibril mendatangi beliau dengan maksud
memerintahkan beliau untuk mempertahankan Hafshah sebagai istrinya karena dia
adalah wanita yang berpendirian teguh. Rasulullah pun mempertahankan Hafshah
sebagai istrinya, terlebih karena tersebut Hafshah sangat menyesali
perbuatannya dengan membuka rahasia dan memurkakan Rasulullah .
Umar
bin Khaththab mengingatkan putrinya agar tidak lagi membangkitkan amarah
Rasulullah dan senantiasa menaati serta mencari keridhaan beliau. Umar bin
Khaththab meletakkan keridhaan Rasulullah . pada tempat terpenting yang harus
dilakukan oleh Hafshah. Pada dasarnya, Rasulullah menikahi Hafshah karena memandang
keberadaan Umar dan merasa kasihan terhadap Hafshah yang ditinggalkan suaminya.
Allah menurunkan ayat berikut ini sebagai antisipasi atas isu-isu yang
tersebar.
“Hai Nabi, mengapa
kamu mengharamkan apa yang telah Allah menghalalkannya bagimu,- kamu mencari
kesenangan hati istri -istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dan
sumpahmu; dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah
seorang dan istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah)
menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu
(semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad
memberitahukan sebagian (yang diberiitakan Allah kepadanya) dan rnenyembunyikan
sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan
pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu Hafshah bertanya, ‘Siapakah yang
telah memberitahukan hal ini kepadamu?’ Nabi menjawab, ‘Telah diberitahukan
kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Jika kamu berdua
bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk
menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi, maka
sesungguhnya Allah adalah pelindungnya (begitu pula) Jibril dan orang-orang
mukrnin yang haik; dan selain dan itu malaikat-malaikat adalah penolongnya
pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti
kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang
beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang
janda, dan yang perawan.” (Qs. At-Tahrim:1-5)
Ø Cobaan Besar
Hafshah
senantiasa bertanya kepada Rasulullah dalam berbagai rnasalah, dan hal itu
menyebabkan marahnya Umar kepada Hafshah, sedangkan Rasulullah . senantiasa
memperlakukan Hafshah dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Beliau
bersabda, “Berwasiatlah engkau kepada kaum wanita dengan baik.” Rasulullah .
pernah marah besar kepada istri-istrinya ketika mereka meminta tambahan nafkah
sehingga secepatnya Umar mendatangi rumah Rasulullah. Umar melihat istri-istri
Rasulullah murung dan sedih, sepertinya telah terjadi perselisihan antara
mereka dengan Rasulullah. Secara khusus Umar memanggil putrinya, Hafshah, dan
mengingatkannya untuk menjauhi perilaku yang dapat membangkitkan amarah beliau
dan menyadari bahwa beliau tidak memiliki banyak harta untuk diberikan kepada
mereka. Karena marahnya, Rasulullah bersumpah untuk tidak berkumpul dengan
istri-istri beliau selama sebulan hingga mereka menyadari kesalahannya, atau
menceraikan mereka jika mereka tidak menyadari kesalahan. Kaitannya dengan hal
ini, Allah berfirman,
“Hai Nabi, katakanlah
kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan segala
perhiasannya, maka kemarilah, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan aku akan
menceraikanmu secara baik-baik. Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan
Rasul-Nya serta (kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan
menyediakan bagi hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar. “
(QS. Al-Ahzab)
Rasulullah
. menjauhi istri-istrinya selama sebulan di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah,
dan seorang budak bernama Rabah duduk di depan pintu kamar.
Setelah
kejadian itu tersebarlah kabar yang meresahkan bahwa Rasulullah . telah
menceraikan istri-jstri beliau. Yang paling merasakan keresahan adalah Urnar
bin Khaththab, sehingga dia segera rnenemui putrinya yang sedang menangis.
Urnar berkata, “Sepertinya Rasulullah telah menceraikanmu.” Dengan terisak
Hafshah menjawab, “Aku tidak tahu.” Umar berkata, “Beliau telah menceraikanmu
sekali dan merujukmu lagi karena aku. Jika beliau menceraikanmu sekali lagi,
aku tidak akan berbicara dengan mu selama-lamanya.” Hafshah menangis dan
menyesali kelalaiannya terhadap suami dan ayahnya. Setelah beberapa hari
Rasulullah . menyendiri, belum ada seorang pun yang dapat memastikan apakah
beliau menceraikan istri-istri beliau atau tidak. Karena tidak sabar, Umar
mendatangi khazanah untuk menemui Rasulullah yang sedang rnenyendiri. Sekarang
ini Umar menemui Rasulullah bukan karena anaknya, melainkan karena cintanya
kepada beliau dan merasa sangat sedih melihat keadaan beliau, di samping memang
ingin memastikan isu yang tersebar. Dia merasa putrinyalah yang menjadi
penyebab kesedihan beliau. Umar pun meminta penjelasan dari beliau walaupun di
sisi lain dia sangat yakin bahwa beliau tidak akan menceraikan istri – istri
beliau. Dan memang benar, Rasulullah . tidak akan menceraikan istri-istri
beliau sehingga Umar meminta izin untuk mengumumkan kabar gembira itu kepada
kaum muslimin. Umar pergi ke masjid dan mengabarkan bahwa Rasulullah . tidak
menceraikan istri-istri beliau. Kaum muslimin menyambut gembira kabar tersebut,
dan tentu yang lebih gembira lagi adalah istri-istri beliau.
Setelah
genap sebulan Rasulullah menjauhi istri-istrinya, beliau kembali kepada mereka.
Beliau melihat penyesalan tergambar dari wajah mereka. Mereka kembali kepada
Allah dan Rasul-Nya. Untuk lebih meyakinkan lagi, beliau rnengurnumkan
penyesalan mereka kepada kaurn muslimin. Hafshah dapat dikatakan sebagai istri
Rasul yang paling menyesal sehingga dia mendekatkan diri kepada Allah dengan
sepenuh hati dan menjadikannya sebagai tebusan bagi Rasulullah. Hafshah
memperbanyak ibadah, terutama puasa dan shalat malam. Kebiasaan itu berlanjut
hingga setelah Rasulullah wafat. Bahkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan
Urnar, dia mengikuti perkembangan penaklukan-penaklukan besar, baik di bagian
timur maupun barat.
Hafshah
merasa sangat kehilangan ketika ayahnya meninggal di tangan Abu Lu’luah. Dia
hidup hingga masa kekhalifahan Utsman, yang ketika itu terjadi fitnah besar
antar muslirnin yang menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman hingga masa
pembai’atan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, Hafshah berada
pada kubu Aisyah sebagaimana yang diungkapkannya, “Pendapatku adalah
sebagaimana pendapat Aisyah.” Akan tetapi, dia tidak termasuk ke dalam golongan
orang yang menyatakan diri berba’iat kepada Ali bin Abi Thalib karena
saudaranya, Abdullah bin Umar, memintanya agar berdiam di rumah dan tidak
keluar untuk menyatakan ba’iat.
Tentang
wafatnya Hafshah, sebagian riwayat mengatakan bahwa Sayyidah Hafshah wafat pada
tahun ke empat puluh tujuh pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Dia
dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan istri-istri Nabi yang lain.
Ø Pemilik Mushaf yang Pertama
Karya
besar Hafshah bagi Islam adalah terkumpulnya A1-Qur’an di tangannya setelah
mengalami penghapusan karena dialah satu-satunya istrii Nabi . yang pandai
membaca dan menulis. Pada masa Rasul, A1-Qur’an terjaga di dalam dada dan
dihafal oleh para sahabat untuk kemudian dituliskan pada pelepah kurma atau
lembaran-lembaran yang tidak terkumpul dalam satu kitab khusus.
Pada
masa khalifah Abu Bakar, para penghafal A1-Qur’an banyak yang gugur dalam
peperangan Riddah (peperangan rnelawan kaum murtad). Kondisi seperti itu
mendorong Umar bin Khaththab untuk mendesak Abu Bakar agar mengumpulkan
Al-Qur’an yang tercecer. Awalnya Abu Bakar merasa khawatir kalau mengumpulkan
Al-Qur’an dalam satu kitab itu merupakan sesuatu yang mengada-ada karena pada
zaman Rasul hal itu tidak pernah dilakukan. Akan tetapi, atas desakan Umar, Abu
bakar akhirnya memerintah Hafshah untuk mengumpulkan Al-Qur’an, sekaligus
menyimpan dan memeliharanya. Mushaf asli Al-Qur’an itu berada di rumah Hafshah
hingga dia meninggal.
Semoga rahmat Allah
senantiasa menyertai Hafshah. dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di
sisi-Nya. Amin.
Sumber: buku
Dzaujatur-Rasulullah , karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh